Kamis, 05 Januari 2017

Video Field Visit & Interview Tentang Tanah Cepe

1. Pause Mp3 player di bawah,
2. Play video in HD setting untuk resolusi yang lebih baik.




Rabu, 04 Januari 2017

Produk Cina Benteng

Kue Keranjang Ny.Lauw



    Ada yang menyebut kue keranjang dengan sebutan kue ranjang atau kue cina, yang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (甜棵), yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang, adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket. 

    Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek, walaupun tidak di Beijing pada suatu saat.Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang tahun baru Imlek (廿四送尫 Ji Si Sang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek.Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah tahun baru Imlek).

 Dipercaya pada awalnya kue, ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku (
竈君公 Cau Kun Kong) agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇上帝
Giok Hong Siang Te). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.


Asal Usul Kue Keranjang

Kue keranjang memiliki nama asli Nian Gao atau Ni-Kwe yang disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Di Jawa Timur disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah “keranjang” bolong kecil, sedangkan di beberapa daerah di Jawa Barat ada yang menyebutnya Dodol Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa.
Sedangkan dalam dialek Hokkian, ti kwe berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.

Arti di balik kue keranjang

Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun.
Nian Gao, kata Nian sendiri berati tahun dan Gao berarti kue (
) dan juga terdengar seperti kata tinggi (), oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Latar belakang bisnis kue keranjang Ny.Lauw 



Biaya hidup meningkat terus, ini sangat terasa berat bagi Ny. Lauw Nyim Keng (Bu Siti), karena gaji seorang pengawas gudang terasa pas-pasan untuk menghidupi sebuah keluarga dengan delapan orang anak, dan saat itu tengah mengandung lagi membuat Ny.Lauw memutar otak untuk mencari tambahan, maka pilihannya pada membuat kue, karena itu salah satu kebiasaan, agar hemat anak-anak tidak jajan diluar, hampir tiap hari Ny.lauw membuat macam-macam kue. Tetapi Ny.lauw memikirkan betapa repotnya bila setiap hari membuat kue dalam jumlah besar untuk dagangan belum lagi kesibukan mengurus delapan orang anak.
Pada tahun 1969 saat mendekati bulan puasa, naluri bisnisnya mendorong dengan kuat, moment ini adalah peluang yang bagus untuk segera memulai sebuah bisnis makanan. Ny.Lauw teringat kebiasaan dikampungnya dahulu tetangganya begitu sibuk membuat dodol untuk sekedar dibagikan ketetangga-tetangga sebagai simbulis bersilahturahmi,mungkin juga doa tanpa terucap mudah-mudah hubungan persaudaraan, tali sirahturami kita semakin manis dan akrap seperti manis dan legitnya dodol yang diberikan.

Diawal pembuatan dodol, Ny.Lauw hanya dg Empat Liter beras ketan (+/-3,6 kg) ditumbuk sendiri, karena masih coba-coba dan memang saat itu kekurangan modal. Sehingga meskipun agak ragu, berat hati, tekatnya sangat kuat agar dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Ketan ditumbuk sendiri, memarut kelapa untuk membuat santan dan mengaduknya sendiri dibantu putra-putranya, membungkus dibantu putri-putrinya dan kemudian sebagian dititipkan tetangga jual kue keliling, sebagian juga dikelilingkan sendiri sampai ke Jakarta Kota naik turun angkot, keluar masuk perkantoran untuk menjajakan dodol adalah pekerjaan rutin, terkadang bila berpapasan dengan teman atau saudaranya yang kaya Ny.Lauw merasa malu dan sembunyi beberapa saat, ini semua dilakukan karena begitu besar cinta terhadap suaminya, Ny.lauw tidak mau saudara-saudaranya tahu keadaan rumah tangganya dan mempermalukan suaminya. Pada perkembangannya proses bungkus dari sekedar ditempatkan di Loyang, dipepes terus di golong memanjang sehingga terlihat lebih bagus juga lebih muda di bawanya. Omzet semakin meningkat maka mulai memakai pegawai untuk menumbuk tepung, menaduk dodol dan membukusnya, di moment Tahun Baru Imlek membuat Kue Keranjang (Kue China),
Saat ini Dodol dan Kue Keranjang Ny.Lauw sudah dikenal banyak orang, sering kali mendapat iklan Gratis karena berbagai stasiun TV berbondong-bondong meliput proses pembuatan Kue Keranjang untuk mengisi acara Tahun Baru Imlek, Seiring berjalannya waktu Ny.Lauw saat ini telah berusia 87Th, estafet produksi diteruskan putranya anak Ke 8 dan Lauw Kim Lian ( Netty Nurhayati ) anak ke 7, yang dulu sering membantu ibu, sejak tahun 2005.

Selasa, 03 Januari 2017

Makanan Tionghoa

Ang Ku Kueh (Kue Ku)



    Kue Ku atau nama lainnya Ang Ku Kueh. Kue yang berasal dari Cina. "ang" berarti merah, sedangkan "ku" berarti kura-kura. Jadi "ang ku kueh" berarti kue kura-kura yang berwarna merah, karena kuenya dibuat dengan cetakan berbentuk kura-kura dan diberi pewarna merah.

   Kura-kura diartikan sebagai umur panjang. Sedangkan warna merah adalah warna khas kebudayaan Cina yang melambangkan kebahagiaan. Rakyat Tiongkok percaya bahwa jika memakan Kue Ku/Ang Ku Kueh akan berumur panjang, mendapat keberuntungan dan kesejahteraan. Kue ini terbuat dari tepung ketan, yang diisi dengan kacang hijau. Menghasilkan rasa manis gurih serta tekstur yang kenyal saat dikunyah.



Biasanya kue ini disajikan dalam perayaaan tertentu misalnya syukuran bayi yang baru lahir, sembahyang Imlek, dll. Yang tujuannya sebagai lambang dan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, rejeki dan umur panjang.

Selasa, 29 November 2016

REVIEW NOVEL "REMBULAN UNGU"



Judul: REMBULAN UNGU
Pengarang: Bondan Nusantara
Editor: Faiz Ahsoul & Esti Budihabsari
ISBN: 978-602-8579-69-8
Halaman : 511
Penerbit: Qanita-PT. Mizan Pustaka






REMBULAN UNGU
(Tragedi Cinta Gadis Tionghoa di Bumi Mataram)


Penulis : Bodan Nusantara
Tokoh dan karakter:
1.       Sunan Amangkurat I      : Seorang raja yang lalim
2.       Kanjeng Ratu Malang     : Selir Amangkurat I yang dulunya adalah seorang waranggana
(sinden)
3.       Nyai Dubruk                     : Pengasuh Amangkurat I sejak kecil yang dianggap ibu oleh raja
4.       Adipati Anom                   : Putra Mahkota yang mempunyai sifat peragu dan tidak tegas.
5.       Pangeran Puger               : Adik tiri Adipati Anom yang ingin merebut gelar Putra mahkota
6.       Pangeran Pekik               : Kakek Aadipti Anom yang cinta pada negeri Mataram
7.       RatuWandan                     : Istri Pangeran Pekik
8.       Wiraprata                           : Anak Nyai Dubruk dan pejabat yang korup
9.       Kyai Wirareja                   : Mempunyai tugas mendidik calon selir
10.   Nyai Wirareja                   : Istri Wirareja yang membantu tugas suaminya dan menganggap  Oyi sebagai anaknya sendiri
11.   Panjalu                                : Lurah prajurit yang gagah berani dan berbudi pekerti yang baik
12.   Sempana                            : Lurah prajurit, sahabat Panjalu berani dan berbudi pekerti baik
13.   Sekar Pandan                   : Gadis cerdas yang berilmu bela diri yang membantu Panjalu ketika hendak dirampok
14.   Reksawana                       : Kakek Sekar Pandan penjaga hutan /alas Ketangga
15.   Oyi                                        : Gadis tionghoa yang diperebutkan oleh Amangkurat I dan Adipati Anom
16.   Ki Mangun                         : Ayah Oyi yang dulunya seorang nahkoda dari Tiongkok
17.   Yin ma                                : Ibu Oyi seorang Tionghoa 


             Mataram adalah sebuah kerajaan yang sangat sangat besar, kaya, tanahnya dan hasil bumi melimpah dan rakyatnya makmur ketika dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Namun semuanya berubah ketika pemerintah diganti dengan anaknya Sunan Amangkurat I. Ia adalah seorang yang egois dan tidak mementingkan kepentingan rakyat, semena-mena suka berfoya-foya dan suka bermain perempuan. Raja sangat terguncang jiwanya, murka dan kehilang akal sehatnya ketika selir tercinta Kanjeng Ratu Malang mati mendadak, disinyalir selir tersebut mati diracun karena terjadi persaingan dan rasa iri antar istri dan selir, rasa tidak suka tersebut karena Kanjeng Ratu Malang dulunya adalah seorang sinden (istri Kyai Panjang Mas) yang dipaksa menjadi selir raja, kemudian diangkat menjadi permaisuri. Sinden dianggap dari kalangan rakayat jelata yang tidak pantas menjadi permaisuri.

Review Buku "Peradaban Tionghoa Selayang Pandang"




Judul Buku: Peradaban Tionghoa Selayang Pandang
Penulis: Nio Joe Lan
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit: 2013
Tebal Halaman: i-viii + 364









Resensi Buku:
     Peradaban Tionghoa telah ratusan tahun lamanya mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagian ajaran filsafat, karya sastra, perayaan hari besar, ilmu dagang, arsitektur, hingga kulinernya telah berkembang dan menjadi bagian dari budaya Indonesia masa kini.

     Membaca buku ini kita diajak melihat kembali akar peradaban yang menjadi salah satu unsur pembentuk budaya Indonesia. Sang penulis sendiri, Nio Joe Lan (1904-1973) adalah seorang penulis Melayu Tionghoa terkemuka di zamannya. Di dalam buku ini penulis menuturkan dengan lugas makna berbagai leluri atau adat istiadat kebiasaan Tionghoa yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

     Buku ini terdiri atas 20 bab, di antaranya adalah: