Rabu, 04 Januari 2017

Produk Cina Benteng

Kue Keranjang Ny.Lauw



    Ada yang menyebut kue keranjang dengan sebutan kue ranjang atau kue cina, yang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (甜棵), yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang, adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket. 

    Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek, walaupun tidak di Beijing pada suatu saat.Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang tahun baru Imlek (廿四送尫 Ji Si Sang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek.Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah tahun baru Imlek).

 Dipercaya pada awalnya kue, ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku (
竈君公 Cau Kun Kong) agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇上帝
Giok Hong Siang Te). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.


Asal Usul Kue Keranjang

Kue keranjang memiliki nama asli Nian Gao atau Ni-Kwe yang disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Di Jawa Timur disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah “keranjang” bolong kecil, sedangkan di beberapa daerah di Jawa Barat ada yang menyebutnya Dodol Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa.
Sedangkan dalam dialek Hokkian, ti kwe berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.

Arti di balik kue keranjang

Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun.
Nian Gao, kata Nian sendiri berati tahun dan Gao berarti kue (
) dan juga terdengar seperti kata tinggi (), oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Latar belakang bisnis kue keranjang Ny.Lauw 



Biaya hidup meningkat terus, ini sangat terasa berat bagi Ny. Lauw Nyim Keng (Bu Siti), karena gaji seorang pengawas gudang terasa pas-pasan untuk menghidupi sebuah keluarga dengan delapan orang anak, dan saat itu tengah mengandung lagi membuat Ny.Lauw memutar otak untuk mencari tambahan, maka pilihannya pada membuat kue, karena itu salah satu kebiasaan, agar hemat anak-anak tidak jajan diluar, hampir tiap hari Ny.lauw membuat macam-macam kue. Tetapi Ny.lauw memikirkan betapa repotnya bila setiap hari membuat kue dalam jumlah besar untuk dagangan belum lagi kesibukan mengurus delapan orang anak.
Pada tahun 1969 saat mendekati bulan puasa, naluri bisnisnya mendorong dengan kuat, moment ini adalah peluang yang bagus untuk segera memulai sebuah bisnis makanan. Ny.Lauw teringat kebiasaan dikampungnya dahulu tetangganya begitu sibuk membuat dodol untuk sekedar dibagikan ketetangga-tetangga sebagai simbulis bersilahturahmi,mungkin juga doa tanpa terucap mudah-mudah hubungan persaudaraan, tali sirahturami kita semakin manis dan akrap seperti manis dan legitnya dodol yang diberikan.

Diawal pembuatan dodol, Ny.Lauw hanya dg Empat Liter beras ketan (+/-3,6 kg) ditumbuk sendiri, karena masih coba-coba dan memang saat itu kekurangan modal. Sehingga meskipun agak ragu, berat hati, tekatnya sangat kuat agar dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga. Ketan ditumbuk sendiri, memarut kelapa untuk membuat santan dan mengaduknya sendiri dibantu putra-putranya, membungkus dibantu putri-putrinya dan kemudian sebagian dititipkan tetangga jual kue keliling, sebagian juga dikelilingkan sendiri sampai ke Jakarta Kota naik turun angkot, keluar masuk perkantoran untuk menjajakan dodol adalah pekerjaan rutin, terkadang bila berpapasan dengan teman atau saudaranya yang kaya Ny.Lauw merasa malu dan sembunyi beberapa saat, ini semua dilakukan karena begitu besar cinta terhadap suaminya, Ny.lauw tidak mau saudara-saudaranya tahu keadaan rumah tangganya dan mempermalukan suaminya. Pada perkembangannya proses bungkus dari sekedar ditempatkan di Loyang, dipepes terus di golong memanjang sehingga terlihat lebih bagus juga lebih muda di bawanya. Omzet semakin meningkat maka mulai memakai pegawai untuk menumbuk tepung, menaduk dodol dan membukusnya, di moment Tahun Baru Imlek membuat Kue Keranjang (Kue China),
Saat ini Dodol dan Kue Keranjang Ny.Lauw sudah dikenal banyak orang, sering kali mendapat iklan Gratis karena berbagai stasiun TV berbondong-bondong meliput proses pembuatan Kue Keranjang untuk mengisi acara Tahun Baru Imlek, Seiring berjalannya waktu Ny.Lauw saat ini telah berusia 87Th, estafet produksi diteruskan putranya anak Ke 8 dan Lauw Kim Lian ( Netty Nurhayati ) anak ke 7, yang dulu sering membantu ibu, sejak tahun 2005.

Akulturasi budaya (Menyantap kue keranjang pada hari Lebaran)


Sebagian warga Tangerang sejak lama menghidangkan kue keranjang saat Lebaran.
Kue keranjang atau kadang disebut kue ranjang yang biasa dijumpai pada perayaan Imlek juga terhidang saat Lebaran di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang.
Sepekan sebelum Hari Raya Idul Fitri tiba, setiap rumah disibukkan dengan aktivitas membuat penganan dari tepung ketan yang dikenal warga Tangerang dengan nama kue China itu.
Penjelasan Mengapa Kue Keranjang yang biasa dijumpai pada perayaan Imlek juga terhidang saat Lebaran di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang
Tokoh masyarakat Tangerang, Haji Khaeruddin (65), mengatakan tidak mengetahui pasti mengapa kue itu kini juga dihidangkan saat Lebaran.
“Mungkin karena akulturasi budaya antara Etnis Tionghoa dan suku asli Tangerang yakni Sunda.Sehingga kue yang biasanya ada saat Imlek juga terhidang ketika Lebaran tiba,” katanya.
Khaeruddin menambahkan, tradisi itu tak bisa dilepaskan dengan keberadaan Etnis Tionghoa di Tangerang, yang dikenal warga dengan sebutan China Benteng.
China Benteng merupakan Etnis Tionghoa keturunan imigran China Hokkian.Berbeda dengan etnis Tionghoa kebanyakan di Tanah Air yang berkulit kuning, China Benteng berkulit agak gelap.
“Etnis Tionghoa itu datang ke Tangerang sekitar tahun 1.600.Sekarang sudah memasuki generasi ketujuh,” tambah kakek tiga cucu itu.
Menurut dia, China Benteng membaur baik dengan warga sekitar.Sekarang warga China Benteng tak hanya beragama Buddha, ada juga yang beragama Kristen dan Islam.
Mereka hidup harmonis dengan warga asli.Maka tak heran kalau banyak tradisi dan budaya mereka yang kemudian merasuk dan bercampur dengan budaya setempat.


Cara Menyajikannya 

DIGORENG :
Buatlah adonan tepung terigu dicampur sedikit air sedikit garam dan bawang putih, boleh juga ditambahkan telur ayam, atau cukup kocokan telur ayam saja, kemudian Carilah Kue Keranjang yg sudah keras potong2, celupkan kedalam adonan, dan masukkan kedalam penggorengan setelah minyak mendidih, dimakan dengan kopi pahit atau teh tawar.

DIKUKUS
Kue Keranjang yg masih lembek atau yang sudah keras juga boleh dipotong-potong, dikukus sejenak ditaburi parutan kelapa muda, sangat lezat dihidangkan sambil bersantai pagi atau sore hari.

DIPEPES :
Buatlah santan kental beri sedikit garam, bila suka boleh ditambahkan vanili/ daun pandan / Duren, Potong – potong Kue Keranjang agak tipis ambil daun pisang batu bungkus kue potongan taburkan adonan santan secukupnya dan dikukus. sajikan bersama Jasmine tea tawar wah lezat sekali.















Penulis : Santi Suryadi

0 komentar:

Posting Komentar